Selasa, April 22, 2008

Proses Lumpur Aktif Dengan Aerasi Oksigen Murni

Teknik Pengolahan air limbah banyak ragamnya. Salah satu dari teknik Air limbah adalah proses lumpur aktif dengan aerasi oksigen murni. Pengolahan ini termasuk pengolahan biologi, karena menggunakan bantuan mikroorganisma pada proses pengolahannya. aeration tanksCara Kerja alat ini adalah sebagai berikut : Air limbah setelah dilakukan penyaringan dan equalisasi dimasukkan kedalam bak pengendap awal untuk menurunkan suspended solid. Air limpasan dari bak pengendap awal dialirkan ke kolam aerasi melalui satu pipa dan dihembus dengan udara sehingga mikroorganisma bekerja menguraikan bahan organik yang ada di air limbah. Dari bak bak aerasi air limbah dialirkan ke bak pengendap akhir, lumpur diendapkan, sebagian lumpur dikembalikan ke kolam aerasi. Keuntungannya :1. daya larut oksigen dalam air limbah lebih besar; 2. efisiensi proses lebih tinggi; dan 3. cocok untuk pengolahan air limbah dengan debit kecil untuk polutan organik yang susah terdegradasi (Benny Syahputra).

Pencemaran Lingkungan

Pada Tahun 70an penduduk dunia dihadapkan 3 masalah besar, yaitu perlombaan senjata nuklir, ledakan penduduk dan pencemaran lingkungan. limbah.jpgDari 3 masalah besar tersebut,Masalah klasik yang sering timbul pada negara yang sedang berkembang adalah pencemaran satu diantaranya runtuh seiring runtuhnya negara uni sovyet pada saat itu, tetapi kendala yang kita hadapi saat ini adalah ledakan penduduk dan pencemaran lingkungan. Ironisnya ledakan penduduk ini selalu diikuti dengan pencemaran lingkungan, artinya semakin banyak jumlah penduduk maka semakin rusak pulalah lingkungan kita. Sudah sewajarnya kira menjaga lingkungan kita. OK

Tercemarkah Sumur Anda ?

Kadangkala kita merasa heran, mengapa terhadap dua daerah yang berdekatan dengan sampah, yang satu sumurnya terjadi pencemaran sedangkan yang lainnya tidak. Padahal kedua-duanya berpotensi tercemar air lindi (air kotor yang berasal dari sampah). Faktor-faktor penyebab tidak atau terjadinya pencemaran air lindi terhadap air sumur adalah sangat bergantung kepada beberapa hal sebagai berikut :
  • Ketebalan atau kedalaman zona aerasi (zone of aeration) dari sumur kita. Air TanahSemakin dalam atau tebal zona aerasinya, maka semakin kecil potensi terjadinya pencemaran terhadap sumur kita. Kalupun terjadi pencemaran yang diakibatkan oleh lindi tersebut, maka proses kontaminasinya memerlukan waktu yang relatif lama. Cara mengetahui ketebalan atau kedalaman zona aerasi dari sumur kita adalah dengan cara mengukur yang dimulai dari water table hingga permukaan tanah (tempat kita berpijak).
  • Permeabilitas tanah. Permeabilitas ini adalah kemampuan batuan atau tanah untuk melewatkan cairan, terutama air, minyak dan gas. Apabila nilai permeabilitasnya besar, maka potensi semakin tercemarnya dengan lindi akan semakin besar, begitu sebaliknya. Permeablitas ini sangat tergantung dari jenis tanah. Tanah yang mempunya grain size nya besar, akan mempunyai permeabilitas yang besar pula, sehingga jenis tanah ini akan sangat mudah meluluskan air ke bawah. Contohnya tanah-tanah yang banyak kandungan pasirnya mempunyai permabilitas yang besar.
  • Tekstur tanah. Tekstur tanah adalah pembagian ukuran butir tanah. Butir-butir yang paling kecil adalah butir liat, diikuti oleh butir debu (silt), pasir, dan kerikil. Selain itu, ada juga tanah yang terdiri dari batu-batu. Tekstur tanah dikatakan baik apabila komposisi antara pasir, debu dan liatnya hampir seimbang. Tanah seperti ini disebut tanah lempung. Semakin halus butir-butir tanah (semakin banyak butir liatnya), maka semakin kuat tanah tersebut memegang air dan unsur hara. Tanah yang kandungan liatnya terlalu tinggi akan sulit diolah, apalagi bila tanah tersebut basah maka akan menjadi lengket. Tanah jenis ini akan sulit melewatkan air sehingga bila tanahnya datar akan cenderung tergenang dan pada tanah berlereng erosinya akan tinggi. Disamping itu tanah ini mempunyai keuntungan berupa terhambatnya lindi untuk meresap ke dalam tanah, sehingga sumur-sumur akan aman dari kontaminasi lindi. Tanah dengan butir-butir yang terlalu kasar (pasir) tidak dapat menahan air dan unsur hara. Dengan demikian tanaman yang tumbuh pada tanah jenis ini mudah mengalami kekeringan dan kekurangan hara.

Ketiga faktor di atas memberikan kontribusi terhadap tercemar atau tidaknya sumur kita. Berarti jelas sudah mengapa sumur yang berdekatan dengan tumpukan sampah ada yang tercemar dan ada yang belum tercemar tergantung dari ketiga faktor di atas.

Mengenal Intrusi Air Asin

Dampak yang paling kita rasakan terjadinya pemanasan global adalah musim kemarau relatif lebih panjang sedangkan musim penghujan relatif lebih pendek, walaupun demikian sekali hujan sering menimbulkan banjir. Ini adalah salah satu ciri pemanasan global.

Oleh karena musim kemarau relatif lebih panjang, sehingga imbuhan air hujan yang nantinya menjadi air tanah tentunya menjadi sangat berkurang, sementara penggunaan air tanah cenderung meningkat. Kondisi inilah awal mula terjadinya intrusi air asin tersebut.

Proses Terjadinya Intrusi Air Asin

Intrusi Air AsinPada daerah yang berdekatan dengan pantai atau dekat dengan laut, maka terjadi pertemuan antara air laut dengan air tawar yang kita kenal dengan sebutan interface. Interface ini bisa menjorok ke arah laut dan juga bisa juga menjorok ke arah darat tergantung besar kecilnya imbuhan air hujan. Apabila imbuhan air hujan lebih sangat besar, maka interface akan menjorok ke arah laut, sedangkan imbuhan air hujan sedikit atau tidak ada sama sekali, maka interface akan menjotok ke arah darat. Perubahan di dalam tanah oleh imbuhan atau perubahan luar aliran dalam daerah air tawar, menyebabkan perubahan interface. Penurunan aliran air tawar yang masuk ke laut menyebabkan interface bergerak ke dalam tanah dan menghasilkan intrusi air asin ke dalam akuifer. Sebaliknya suatu peningkatan aliran air tawar mendorong interface ke arah laut. Laju gerakan interface dan respon tekanan akuifer tergantung kondisi batas dan sifat akuifer pada kedua sisi interface.

Akibat penggunaan air tanah yang berlebihan sementara imbuhan air hujan terbatas menyebabkan interface menjadi naik ke atas. Keadaan ini kita kenal dengan sebutan up conning (lihat gambar di atas). Sehingga air yang dikonsumsi menjadi asin akibat pengaruh air laut.

Tidak semua air yang rasanya asin menunjukkan terjadinya intrusi. Bisa jadi itu hanya air yang terjebak dalam batuan (water connate /air fosil). Air ini terjebak di dalam batuan puluhan tahun lamanya, sehingga airnya menjadi asin. Air yang diambil dengan cara jetting, maka akan menyebabkan air yang berada di dalam aquitard dapat tersedot, termasuk air fosilpun ikut tersedot. Dengan demikian air asin yang terjadi bukanlah akibat intrusi. Konon di Jakarta juga begitu, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Smith yang berasal dari Jerman, bahwa air asin yang berada di sumur-sumur penduduk di Jakarta bukanlah hasil dari intrusi, tetapi akibat adanya air fosil.

Mengenal Efek Rumah Kaca

Istilah Efek Rumah Kaca (green house effect) berasal dari pengalaman para petani di daerah iklim sedang yang menanam sayur-mayur dan bunga-bungaan di dalam rumah kaca. Yang terjadi dengan rumah kaca ini, cahaya matahari menembus kaca dan dipantulkan kembali oleh benda-benda dalam ruangan rumah kaca sebagai gelombang panas yang berupa sinar infra merah. Namun gelombang panas itu terperangkap di dalam ruangan kaca serta tidak bercampur dengan udara dingin di luarnya. Akibatnya, suhu di dalam rumah kaca lebih tinggi daripada di luarnya. Inilah gambaran sederhana terjadinya efek rumah kaca (ERK).erk.jpg

Pengalaman petani di atas kemudian dikaitkan dengan apa yang terjadi pada bumi dan atmosfir. Lapisan atmosfir terdiri dari, berturut-turut: troposfir, stratosfir, mesosfir dan termosfer: Lapisan terbawah (troposfir) adalah yang yang terpenting dalam kasus ERK. Sekitar 35% dari radiasi matahari tidak sampai ke permukaan bumi. Hampir seluruh radiasi yang bergelombang pendek (sinar alpha, beta dan ultraviolet) diserap oleh tiga lapisan teratas. Yang lainnya dihamburkan dan dipantulkan kembali ke ruang angkasa oleh molekul gas, awan dan partikel. Sisanya yang 65% masuk ke dalam troposfir. Di dalam troposfir ini, 14 % diserap oleh uap air, debu, dan gas-gas tertentu sehingga hanya sekitar 51% yang sampai ke permukaan bumi. Dari 51% ini, 37% merupakan radiasi langsung dan 14% radiasi difus yang telah mengalami penghamburan dalam lapisan troposfir oleh molekul gas dan partikel debu. Radiasi yang diterima bumi, sebagian diserap sebagian dipantulkan. Radiasi yang diserap dipancarkan kembali dalam bentuk sinar inframerah.

Sinar inframerah yang dipantulkan bumi kemudian diserap oleh molekul gas yang antara lain berupa uap air atau H20, CO2, metan (CH4), dan ozon (O3). Sinar panas inframerah ini terperangkap dalam lapisan troposfir dan oleh karenanya suhu udara di troposfir dan permukaan bumi menjadi naik. Terjadilah Efek Rumah Kaca. Gas yang menyerap sinar inframerah disebut Gas Rumah Kaca.

Seandainya tidak ada ERK, suhu rata-rata bumi akan sekitar minus 180 C — terlalu dingin untuk kehidupan manusia. Dengan adanya ERK, suhu rata-rata bumi 330 C lebih tinggi, yaitu 150C. Jadi, ERK membuat suhu bumi sesuai untuk kehidupan manusia.

Namun, ketika pancaran kembali sinar inframerah terperangkap oleh CO2 dan gas lainnya, maka sinar inframerah akan kembali memantul ke bumi dan suhu bumi menjadi naik. Dibandingkan tahun 50-an misalnya, kini suhu bumi telah naik sekitar 0,20 C lebih.

Tanaman Fitoremediasi Seperti Antorium

Phyto asal kata Yunani/greek phyton yang berarti tumbuhan/tanaman (plant), remediation asal kata Latin remediare (to remedy) yaitu memperbaiki/ menyembuhkan atau membersihkan sesuatu. Jadi fitoremediasi (phytoremediation) merupakan suatu sistim dimana tanaman tertentu yang bekerjasama dengan micro-organisme dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat kontaminan (pencemar/polutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang berguna secara ekonomi.

PohonKonsep mengolah air limbah dengan menggunakan media tanaman atau lebih populer disebut “fitoremediasi” telah lama dikenal oleh manusia, bahkan digunakan juga untuk mengolah limbah berbahaya (B3) atau untuk limbah radioaktif. Beberapa majalah dan jurnal ilmiah di beberapa negara telah pula membahas dengan detail bagaimana proses remediasi ini dapat menolong manusia untuk memecahkan problem lingkungannya.

Jenis-jenis tanaman yang sering digunakan di Fitoremediasi adalah; Anturium Merah/ Kuning, Alamanda Kuning/Ungu, Akar Wangi, Bambu Air, Cana Presiden Merah/ Kuning/ Putih, Dahlia, Dracenia Merah/ Hijau, Heleconia Kuning/ Merah, Jaka, Keladi Loreng/ Sente/ Hitam, Kenyeri Merah/ Putih, Lotus Kuning/ Merah, Onje Merah, Pacing Merah/ Putih, Padi-padian, Papirus, Pisang Mas, Ponaderia, Sempol Merah/ Putih, Spider Lili, dll.

Menggugat Istilah Sumur Dalam & Dangkal

Pada tulisan saya sebelumnya banyak mengangkat istilah sumur dalam dan sumur dangkal. Dua istilah ini sengaja saya buat agar para pembaca tidak asing dengan istilah tersebut. Tetapi sebetulnya istilah ini kurang tepat apabila ditinjau dari kaca mata seorang hidrolog. Mengingat sangat relatifnya batasan untuk sumur dalam dan sumur dangkal ini, maka sebagian besar para hidrolog menganjurkan untuk tidak menggunakan istilah tersebut.

Hal yang paling tepat yang seharusnya digunakan adalah istilah Unconfined AquiferConfined Aquifer. Dua istilah inilah sebetulnya yang paling tepat untuk menggantikan istilah sumur dalam dan sumur dangkal. Pasalnya istilah Unconfined AquiferConfined Aquifer ini tidak memberikan batasan kedalaman sumur, sehingga sangatlah tepat apabila kita menggunakan istilah ini. Kedalamam aquifer ini sangat tergantung dari kondisi geografis masing-masing daerah, mengingat adanya perbedaan tersebut, maka jelaslah tidak mungkin kita akan membatasi kedalaman tertentu termasuk sumur dangkal atau dalam, tetapi kondisi aquiferlah yang sangat menentukan semua itu. Bisa jadi kita akan menemukan suatu daerah mempunyai sumur dengan kedalaman 30 meter misalnya, maka tidak bisa kita lantas mengatakan bahwa sumur tersebut termasuk sumur dalam, mungkin saja sumur tersebut berada dalam unconfined aquifer.unconfined aquifer, tetapi bisa juga berada pada confined aquifer dan dan Perhatikanlah gambar di atas water table berada pada

Mengenal Unconfined dan Confined Aquifer

Bila kita perhatikan gambar di atas, maka sebetulnya dapat kita simpulkan bahwa Unconfined aquifer adalah air tanah bebas / tidak tertekan. yang dibatasi oleh water table (phreatic level) sedangkan bagian bawahnya dibatasi oleh aquitard atau aquiclude. Istilah ini sangat tepat untuk menggantikan istilah sumur dangkal.

Sedangkan Confined Aquifer adalah air tanah tertekan. Aquifer ini pada bagian atas di batasi oleh aquitard dan bagian bawah dibatasi oleh aquitard atau aquiclude. Istilah ini sangat tepat untuk menggantikan istilah sumur dalam.

Softening (Pelunakan) Pada Air Sadah

Isitilah softening dalam istilah teknik lingkungan sangatlah familiar, hanya saja kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi pelunakan mungkin banyak yang tidak mengerti, sehingga kadangkala istilah-istilah asing yang sudah familiar ditelinga kita memang sebaiknya tidak diterjemahkan agar tidak menimbulkan salah pengertian. Saya mencoba menerjemahkannya menjadi pelunakkan, karena pada beberapa literatur yang berbahasa Indonesia saya menjumpai kata pelunakkan tersebut yang merupakan terjemahan dari softening.

Ada beberapa jenis proses pengolahan yang dapat digunakan untuk melunakkan air. Pada setiap proses pengolahan, hasil akhir yang diharapkan adalah sama. Air yang dilunakkan harus mempunyai suatu kesadahan (hardness) sekitar 80 hingga 90 mg/L sebagai kalsium karbonat (CaCO3). Jika air yang dilunakkan lebih lanjut (seperti dalam proses pertukaran ion/ion exchange), air sadah harus dicampur dengan air yang dilunakkan untuk mencapai tingkat kesadahan yang diinginkan. Air terlalu lunak (soft) juga tidak terlalu baik, karena air mineral salah satu unsurnya adalah calsium, tetapi terlalu tinggi juga tidak baik karena dapat menyebabkan air sabun tidak dapat berbusa serta dapat menyebabkan karatan pada pipa.

Pemberian Bahan Kimia Pada Softening

Pelunakkan melalui pemberian bahan kimia adalah sama caranya seperti yang dilakukan pada penanganan kekeruhan (removal of turbidity) dengan koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi.
Ada banyak variasi, tetapi proses yang khas adalah melibatkan penambahan kapur (lime) untuk menaikkan pH air sampai cukup tinggi untuk reaksi yang terjadi pada senyawa kesadahan yang digunakan untuk mengendapkan dari air tersebut. Peralatan yang digunakan juga menyerupai peralatan penanganan kekeruhan (removal of turbidity) – kapur (lime) ditambahkan pada pengadukkan cepat (flash mixer), kemudian air diflokulasi, dan setelah itu senyawa-senyawa kesadahan (hardness compounds) menggumpal dan mengendap secara gravitasi di dalam bak sedimentasi.

Air tanah adalah yang paling sering dilakukan pelunakkan dibandingkan dengan air permukaan. Air tanah tidak memerlukan flokulasi dalam rangka menangani kekeruhan, tetapi proses pelunakkan kadang-kadang dapat menggantikan penanganan kekeruhan tersebut. Jika penanganan kekeruhan (removal of turbidity) dan pelunakkan (softening) diperlukan, maka dua proses tersebut dapat dilakukan bersamaan secara serempak, yaitu menggunakan peralatan dan bahan kimia yang sama. Penggunaan kapur (lime) dapat mengurangi kesadahan karbonat. Jika abu soda (soda ash) ditambahkan seperti halnya penambahan kapur (lime), maka kesadahan karbonat dan nonkarbonat dapat dihilangkan. Di dalam kasus lainnya kita sering menjumpai, penambahan bahan kimia justru tidak menghilangkan semua kesadahan yang ada di air, tetapi kesadahan hanya dapat turun menjadi 30 sampai 40 mg/L, walaupun hasil akhir yang sering adalah 80 hingga 90 mg/L. Penambahan bahan kimia adalah suatu proses pelunakkan yang efektif, tetapi juga mempunyai beberapa kerugian. Proses ini memerlukan banyak operator yang digunakan dalam rangka mendapatkan hasil yang efisien, tetapi untuk bangunan pengolahan yang kecil pemakaian operator bisa efisien. pH air yang tinggi pada pelunakkan dengan kapur dapat menghasilkan warna di dalam air dan membuat warna tersebut sukar untuk dihilangkan. Akhirnya, pelunakkan dengan kapur dapat menghasilkan lumpur dalam jumlah yang besar serta menciptakan permasalahan dalam proses pembuangannya.

Jenis-jenis Pelunakkan (Softening)

1. Pelunakan pertukaran Ion (Ion exchange softening), juga dikenal sebagai pelunakan zeolit (zeolite softening), air melalui suatu saringan yang berisi resin granular (butiran-butiran kecil). Di dalam saringan, dikenal sebagai pelunak (softener), calsium dan magnesium di dalam air ditukar (exchanged) pada sodium dari resin granular (butiran-butiran kecil). Air yang dihasilkan nantinya mempunyai kesadahan (hardness) 0 mg/L dan harus dicampur dengan air sadah untuk mencegah terjadinya masalah kelunakan (softness) ketika air didtribusikan ke rumah-rumah penduduk.

ion exchangePelunakan pertukaran ion tidak memerlukan pengadukan cepat, bak flokulasi, dan bak sedimentasi seperti yang terjadi pada pelunakkan dengan kapur-abu soda. Sebagai tambahan, proses ini tidak memakan banyak waktu seorang operator. Pelunakan pertukaran ion adalah sangat efektif pada penurunan kesadahan karbonat dan non karbonat, dan pelunakan dengan pertukuran ion sering digunakan untuk kesadahan non karbonat yang tinggi dengan total juga mempunyai kerugian. Kalsium dan magnesium di (dalam) air kesadahan kurang dari 350 mg/L.

Bagaimanapun, pelunakan dengan pertukaran ion (ion exchange softening) mengandung mineral digantikan oleh ion sodium, yang dapat menyebabkan permasalahan kesehatan karena air yang dikonsumsi mengandung kadar garam. Penanganannya adalah pelunak (softner) harus di backwash dengan cara yang sama seperti pada saringan, dan memberikan imbuhan air, keadaan seperti itu kita kenal dengan nama brine.

2. Pelunakan Reverse-Osmosis (Reverse-osmosis softening). Pelunakkan ini mengalirkan air dengan tekanan melalui suatu selaput semi-permeable. Kalsium, magnesium, dan padatan terlarut (dissolved solid) ditangkap ketika air yang dilunakkan dilewatkan melalui membran tersebut.

Reverse Osmosis

3. Electrodialysis. Pelunakkan dengan cara ini air dilewatkan diantara dua plat dengan muatan listrik. Metal-metal di dalam air ditarik ke plat dengan muatan negatif sementara yang non metal ditarik ke plat dengan muatan positif. Kedua jenis ion ini dapat ditangani dengan plat. Electrodialysis sering digunakan pada air yang sangat sadah, dengan kesadahan lebih dari 500 mg/L sebagai CaCO3.

Elektodialisis

4. Penyulingan (Distillation). Pelunakkan dengan cara ini dilakukan dengan penguapan air. Air yang diuapkan meninggalkan semua senyawa kesadahan, sehingga air yang dihasilkan menjadi lunak.

Destilasi

5. Pembekuan (Freezing) juga dapat digunakan untuk menurunkan kesadahan.

Menggunakan Pelunak Atau Tidak?

Karena pelunakkan bukanlah satu-satunya yang diperlukan dalam proses pengolahan, maka bangunan pengolahan haruslah memutuskan ya atau tidaknya untuk menggunakan softening. Keputusan ini harus dibuat secara hati-hati dengan menimbang keuntungan dan kerugian-kerugian dari pelunakan tersebut.

Sisi positifnya, pelunakkan akan dapat menangani permasalahan kesadahan yang menyebabkan air sukar berbusa dan penyebab terjadi pengerakkan (scaling). Sebagai tambahan, tergantung pada jenis proses pelunakkan yang digunakan, pelunakkan juga membantu proses pengolahan air lainnya. Pelunakkan juga sering digunakan untuk menurunkan kadar besi (fe) dan mangan (mn), mengurangi rasa dan bau, mengurangi kandungan padatan total (total solid), dan dapat menangani radioaktifitas. pH yang tinggi dihubungkan dengan pelunakkan dengan kapur yang dapat membantu dalam proses disinfeksi. Akhirnya, ketika air distabilkan dengan menggunakan rekarbonasi pada akhir proses pelunakkan dengan kapur, maka karatan di dalam sistem distribusi dapat dihindarkan.

Bagaimanapun, semua proses pelunakkan membawa suatu kepada biaya tertentu. Sebagai tambahan, pelunakkan dapat menyebabkan beberapa permasalahan lain. pH yang tinggi berhubungan dengan pelunakkan dengan kapur cenderung untuk menyukai pembentukan hipoklorit sebagai residu khlor, dan hipoklorit adalah adalah salah satu disinfeksi yang kuat dibanding residu klor bebas lainnya. pH yang tinggi juga dapat meningkatkan trihalomethane di dalam air. Jika air tidaklah distabilkan dengan baik setelah pengolahan, maka air bersifat korosif yang dapat merusak sistem pipa distribusi. Akhirnya, pelunakkan dengan pertukaran ion, seperti uraian di atas, dapat juga menyebabkan permasalahan berupa kadar sodium tinggi di dalam air yang diolah. Pelunakaan dengan kapur dan pertukaran ion juga menciptakan permasalahan baru berupa pembuangan limbahnya.

Mengenal Tangki Sedimentasi Melingkar

Beberapa literatur banyak kita menemukan istilah sedimentation tank, sedimentation basin, clarifier, settling tank, settling basin semua itu mempunyai satu pengertian yaitu sebagai pengendap partikel, baik yang tersuspensi maupun tidak. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai bak pengendap atau bak sedimentasi. Ada dua macam bentuk bak sedimentasi, yaitu melingkar (circular) dan segi empat (rectangular). Masing-masing bentuk ini mempunyai kelebihan masing-masing dan didtempatkan pada kondisi yang khusus, artinya seorang engineer haruslah mempunyai insting yang kuat, apakah bentuk melingkar atau segi empat yang harus dirancangnya. Salah satu pertimbangan dalam menentukan bentuk bak sedimentasi tersebut adalah adanya ketersedian lahan, dan ada tidaknya dana. Tangki sedimentasi melingkar jika ditinjau secara teknis dan operasional jauh lebih menguntungkan tetapi memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam merancangnya, karena banyaknya fasilitas yang berada di dalamnya. Lebih jelasnya perhatikan gambar sedimentasi di atas.
Tangki Sedimentasi Melingkar

Tangki Sedimentasi Melingkar dan Karakteristiknya

Di dalam tangki melingkar, aliran masuk menuju ke pusat tangki atau ke sebelah sisi tangki. Jika diameter tangki kurang dari 30 ft (9.14 m), pipa inlet akan masuk melalui dinding dan mengarah ke bawah. Jika tangki lebih besar dari 30 ft ( 9.14 m), pipa masuk melalui bawah tangki dan debit air tegak lurus menuju pusat baffle. Kedalaman clarifier melingkar dipertimbangkan pada kedalaman bagian samping tangki, dan dikenal dengan sebutan side water depth (swd). Kedalaman ini digunakan untuk menentukan waktu detensi dan volume tangki.

Outlet untuk tangki melingkar terdiri dari suatu weir di sekitar batas luar yang menyebarkan aliran menjadi seragam. Center-feed pada clarifier yang melingkar yang digunakan pada pengolahan air limbah mempunyai penggaruk lumpur secara mekanik (mechanical sludge rakes) yang terletak di bagian bawah dan penggaruk permukaan (surface skimming) yang terletak di bagian atas.

Simulasi Koagulasi-Flokulasi Dengan Jartest

Untuk mengentahui tingkat kekeruhan suatu sample air, maka kita bisa menggunakan alat laboratorium yang bernama Jartest. Jartest ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kinerja kogulasi dan flokulasi secara simulasi di laboratorium asalkan air yang dilakukan simulasi dengan jartest ini adalah air yang benar-benar akan dilakukan pengolahan dilapangan.

Standar ini menetapkan suatu metode pengujian koagulasi flokulasi dengan cara jartest, termasuk prosedur umum untuk mengevaluasi pengolahan dalam rangka mengurangi bahan-bahan terlarut, koloid, dan yang tidak dapat mengendap dalam air dengan menggunakan bahan kimia dalam proses koagulasi-flokulasi, yang dilanjutkan dengan pengendapan secara gravitasi.

Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia (koagulan) ke dalam air yang akan dioIah. Flokulasi adalah proses penggumpalan bahan terlarut, kolois, dan yang tidak dapat mengendap dalam air. Uji koagulasi-flokulasi dilaksanakan untuk menentukan dosis bahan-bahan kimia, dan persyaratan yang digunakan untuk memperoleh hasil yang optimum. Variabel-variabel utama yang dikaji sesuai dengan yang disarankan, termasuk :

  • Bahan kimia pembantu
  • pH
  • Temperatur
  • Persyaratan tambahan dan kondisi campuran.

Metode uji ini digunakan untuk mengevaluasi berbagai jenis koagulan dan koagulan pembantu pada proses pengolahan air bersih dan air Iimbah. Pengaruh konsentrasi koagulan dan koagulan pembantu dapat juga dievaluasi dengan metode ini. Peralatan yang diperlukan terdiri dari: Pengaduk, Gelas Kimia, Rak Pereaksi Bahan kimia dan bahan pembantu, digunakan untuk larutan dan suspensi pengujian, kecuali koagulan pernbantu dapat dipersiapkan setiap akan digunakan dengan membuat larutan sampai mencapai konsentrasi 10 gr/L. Koagulan pembantu, dalam perdagangan tersedia berbagai macam koagulan pembantu atau polielektrolit.

Prosedur pengujian :

  1. Masukkan volume contoh uji yang sama (1000 mL) kedalam masing-masing gelas kimia. Tempatkan gelas hingga baling-baling pengaduk berada 6,4 mm dari dinding gelas. Catat temperatur contoh uji pada saat pengujian dimulai.
  2. Letakkan bahan (kimia) uji pada pereaksi.
  3. Operasikan pengaduk muIti posisi pada pengadukan cepat dengan kecepatan kira-kira 120 Rpm. Tambahkan larutan atau suspensi pada setiap penentuan dosis yang telah ditentukan sebelumnya.
  4. Kurangi kecepatan sampai pada kecepatan minimal, untuk menjaga keseragaman partikel flok yang terlarut melalui pengadukan lambat selama 20 menit.
  5. Setelah pengadukan lambat selesai, angkat baling-baling dan lihat pengendapan partikel flok.
  6. Setelah 15 menit pengendapan, catat bentuk flok pada dasar gelas dan catat temperatur contoh uji, Dengan menggunakan pipet atau siphon, keluarkan sejumlah cairan supernatan yang sesuai sebagai contoh uji untuk penentuan warna, kekeruhan, pH dan analisis lainnya.
  7. Ulangi langkah 1 sampai 6 di atas sampai semua variabel penentu terevaluasi. Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti prosedur berpasangan 3 dan 3 jartest dianjurkan.
Flokulator adalah alat yang digunakan untuk flokulasi. Saat ini banyak kita menjumpai berbagai macam flokulator, tetapi berdasarkan cara kerjanya flokulator dibedakan menjadi 3 macam : yaitu pneumatic, mekanik, dan baffle.

Baffle

Flokulator pada prinsipnya bertugas untuk melakukan pengadukan lambat agar jangan sampai mikro flok yang sudah menggumpal pecah kembali menjadi bentuk semula, maka perlu adanya desain khusus bentuk flokulator tersebut. Flokulator secara pneumatic misalnya, dirancang dengan cara mensuplai udara ke dalam bak flokulasi, cara kerjanya sama seperti yang dilakukan pada aerasi, bedanya suplai udara yang diberikan ke bak flokulasi tidak sebesar pada bak aerasi. Jenis flokulator ini jarang sekali kita temukan saat ini, tetapi yang paling sering adalah flokulator secara mekanis. Flokulator secara mekanis paling banyak kita jumpai saat ini, bentuk serta desainnyapun bermacam-macam. Prinsip kerja jenis flokulator ini adalah dengan cara pengadukan (mixing), karena bentuknya yang bermacam-macam inilah maka bentuk ini sangat familiar bagi seorang engineer. Bentuk yang terakhir adalah dengan Baffle, jika dibandingkan dengan 2 jenis flokulator di atas, maka jenis flokulator ini jarang atau bahkan tidak pernah kita jumpai sekarang ini, pasalnya sistem Baffle mempunyai tingkat velositas G dan GT sangat terbatas. Cara kerja alat ini dapat dilihat pada gambar di atas, yaitu air limbah berjalan dengan cara mengitari sekat-sekat yang ada, sehingga sangat jelaslah bahwa flokulator ini tidak bisa menambah atau mengurangi velositas G dan GT, tetapi sangat tergantung dari kecepatan overflow dari bak sebelumnya yaitu dari bak kogulasi.

Derajat hasil flokulasi tergantung pada mudah dan kecepatan penggumpalan dan jumlah peruraian partikulat selama flokulasi, sehingga hasil flokulasi ditentukan oleh sifat flok dan velositas gradien G dan GT (Tom D. Reynold, 1982)

Mengolah Air Asin Menjadi Tawar Dengan Reverse Osmosis

Banyak cara untuk mengolah air asin menjadi air tawar, proses ini kita kenal dengan sebutan desalinasi. Contoh proses desalinasi yang berkembang saat ini adalah dengan Teknologi Distilasi, Pembekuan, Pertukaran ion, Penguapan sinar matahari, dan Teknologi Membran.

Teknologi terakhir yang saya sebutkan (membran) adalah teknologi yang cukup banyak digunakan, contoh teknologi membran adalah electrodialisis dan reverse osmosis. Dari dua teknologi membran tersebut reverse osmosis yang paling sering dipakai saat ini. Reverse Osmosis adalah salah satu teknologi pengolahan air asin menjadi air tawar yang paling sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum pada daerah rawa seperti di Kalimantan dan Sumatera.
Reverse OsmosisPada tahun 1748, Ilmuwan Perancis Abbe Nollett, menemukan peristiwa osmosis yang alami. Proses ini terjadi ketika aliran cairan melalui suatu membran semi-permeable ke larutan konsentrat yang kemudian airnya menjadi tawar. Lebih dari 200 tahun kemudian, peristiwa ini telah dikenali sebagai cara untuk mengolah air asin, air payau, atau air yang berwarna.

Cara Kerja Reverse Osmosis

Daya penggerak di belakang reverse osmosis memberikan tekanan hidrostatik yang berbeda. Tanpa adanya pengaruh dari tekanan luar, air asin seperti yang terlihat pada gambar akan menerobos membran untuk menetralkan/menawarkan air yang mengandung garam melalui proses osmosis. Perbedaan pada permukaan air dalam kaitan dengan perpindahan ini disebut dengan osmotic pressure head, dan tekanan hidrostatik yang menyebabkan kenaikan pada permukaan air adalah osmotic pressure. Dalam beberapa kasus air laut yang mempunyai kandungan garam tinggi, tekanan osmotis dapat menjadi sebesar 1.000 psi. Benny Syahputra.